Wednesday 11 November 2015

Well,

I need to share some kinds of negative feeling which usually appears within "unproductivity". I call it "hating my unproductive day"

Sebenarnya ini biasa terjadi pada orang kebanyakan, tapi untuk kasus saya mungkin termasuk dalam "the most negative encouragement" of my life. Ketidaksukaan saya terhadap "unproductive day" sangat mempengaruhi "mood" untuk dampak jangka pendek (1-2 hari) dan self-esteem untuk dampak jangka panjang. Jadi apa sih "unproductive day" itu? Apa penyebabnya? Dan apa dampaknya sampai sebegitu tidak sukanya saya sama hal yang satu ini.

Dalam terminologi saya, unproductive day adalah ketika saya tidak menjalankan aktivitas yang produktif sepanjang hari sesuai dengan yang seharusnya direncanakan. Biasanya, I end up with internetan, mainan sosmed, nonton serial, atau bahkan cuma tidur-tiduran tidak jelas. Hal-hal semacam ini sebenarnya sering sekali saya lakukan namun keseringan juga gak sadar. Hanya saja, setahun belakangan terakhir saya mulai MEMBENCI perilaku saya ini, apalagi ketika saya sadar banyak yang harus dilakukan tetapi justru berakhir dengan hari berlalu tanpa mengerjakan sesuatu yang produktif. Penyebabnya macam-macam, yang paling sering adalah bangun siang. Benar kata pepatah orang tua, bangunlah lebih pagi agar rejekimu tidak dipatok ayam. Maksudnya jelas sekali, kalau bangun lebih pagi maka kesempatan untuk memulai aktivitas lebih banyak sehingga lebih produktif. Kasus "unproductive day" saya dimulai biasanya ketika selepas subuh saya memilih untuk tidur lagi dan keterusan sampai bangun kesiangan. Ketika  saya bangun jam8-9 pagi, ada perasaan menyesal yang besar muncul di pagi hari. Lalu segala sesuatu terasa tidak "smooth", terburu-buru dan tidak nyaman. Walaupun tidak ada agenda penting hari itu, tapi setiap bangun siang saya selalu mengawali hari dengan mood yang kurang baik. Nah akhirnya, saya mulai mengutuk diri saya dengan menghitung apa saja yang harusnya sudah saya lakukan dan bisa saya lakukan jika bangun lebih pagi. Setelah selesai mengandai-andai, biasanya saya mulai membenci diri sendiri karena kemalasan dan perilaku tidak komitmen pada diri sendiri sehingga membiarkan diri bangun siang. Nah kebencian itu akan membuat mood saya memburuk dan akhirnya justru mematikan semangat untuk beraktivitas di hari itu. So, finally instead of continuing to catch that I missed, I end up with doing NOTHING. Jadilah "unproductive day". Kalau lagi parah, mood jeleknya bisa berlanjut sampai beberapa hari, yang menciptakan "unproductive days". 

Saya sadar perilaku ini sangat tidak baik, apalagi ditunjang dengan karakter saya yang sangat suka menyalahkan apa yang telah lewat. Menyalahkan keadaan dan akhirnya menyalahkan diri sendiri. Hobi banget pokoknya nyalah2in, tapi paling ga bisa nyalahin orang lain, jadi diri sendiri deh yang kena. In some point ya bagus juga sih ga nyalahin orang lain, tapi terlalu menyalahkan diri sendiri juga bukan hal yang bijaksana. Self-esteem akan menurun drastis ketika ini sering terjadi. I have been there and it felt suck! Ada teman yang bilang saya jadi begini karena terlalu keras pada diri sendiri, gak selow, ga santai. Salah sedikit terus heboh padahal ya udah kalau telat bangun ya tinggal diteruskan apa yang harus dikerjakan. Tidak perlu salahin keadaan sana-sini. Tetapi menurut saya justru ini adalah bentuk "kelembekan" saya terhadap diri sendiri. Kalau saya keras, disiplin dan memiliki komitmen yang kuat tentu kejadian bangun siang dan mood jelek gak akan terjadi. Jadi saya harus gimana ya?

I found a nice trick to over come this bad behaviour and awful feeling. Memang belum sepenuhnya sukses memperbaiki prilaku MALAS saya, tapi paling tidak bisa menghindari dampak lanjutan dari kemalasan yang biasanya berakhir dengan "unproductive day". I realize that one of the most important input to encourage my happiness is productivity, meanwhile the negative encouragement is when I start hating myself for what I've done wrong. So, I need to stop hating my self. It will cut the channel into unproductivity. Kalau sudah telat bangun, jangan diteruskan dengan menyalahkan diri sendiri. Cepat lupakan hal-hal menyebalkan seperti aktivitas yang seharusnya bisa dilakukan, perasaan menyesal karena tidak memaksa diri untuk bangun lebih pagi atau perasaan jengkel dengan kondisi yang menyebabkan saya telat bangun. Segera lah saya mandi dan sarapan, karena dua hal itu adalah obat penawar rasa malas dan marah, dan akan membantu merefresh pikiran di pagi hari. Setelahnya, segera mulai lakukan apa saja yang paling mudah bisa dilakukan untuk mengisi hari dengan aktivitas sesuai yang direncanakan. Bahkan kalau perlu lakukan sesuatu di luar yang direncanakan, apa saja boleh asal mulai dan teruslah beraktivitas. Walaupun hari itu saya tidak mampu menyelesaikan target sesuai rencana, tapi paling saya cukup "produktif" dan menhindari jebakan betmen "unproductive day".

Kadang, kalau memang sedang tidak ingin mengerjakan hal2 bersifat content, saya membawanya kepada aktivitas produtif lain seperti bersih2 rumah, masak, setrika baju hingga menyapu halaman. Paling tidak ada hal yang bermanfaat yang bisa saya lakukan. Biasanya sasaran terdekat adalah suami. Kalau saya tidak bisa produktif untuk diri saya, ya cobalah bermanfaat untuk suami. Memasakkan makanan untuk dia, membereskan baju2nya, atau sekedar mijetin doi biar capeknya hilang. Pokoknya tetaplah menjaga ritme agar terus bisa mengerjakan sesuatu. Walaupun perilaku malas ini masih sering kambuh, ya paling enggak ada kesadaran diri untuk tidak nurutin hati yang memang lebih sering condong ke situ. Penyakit malas adalah penyebab utama the "unproductive day". Jadi jangan pelihara malas, pelihara saja kucing biar rajin kasih makan (apa sih -___-").


Berhenti membenci diri sendiri. Jangan melihat selalu dari sudut pandang negatif. Coba syukuri apa yang sudah terjadi. Terus beraktivitas walapun hanya hal kecil. Tentu saja hilangkan penyakit malas yang menjadi sumber segala dampak negatif perilaku kita. Dan yang terakhir jangan lupa berdoa. Doa apa saja yang penting jangan sampai tidak berdoa. Work hard pray harder. Be productive, be happy!!

Ps: Tulisan ini dibuat di saat masa jobless yang terus berlanjut sebagai pemacu semangat untuk terus berpikir positive. Be productive is not always in "employment" status. Be productive as what you want. Write a blog is productive. Yes, it is.

Wednesday 4 November 2015


Hmmmm..
Cerita apa ya...

Kayaknya asik kalau cerita sedikit tentang nostalgia cinta masa muda beberapa abad lalu. Nostalgia ini tentu saja berkaitan dengan orang terdekat yang paling dekat dalam hidup saya.. Suami a.k.a Bapak Iqbal Putut Ash Shidiq

Kami saling kenal sekitar 4 tahun lalu tepatnya tahun 2011. Saat ini kami sama-sama sedang magang di pusat studi kampus UGM. Saya sedang fokus cari uang tambahan dan pengalaman di akhir masa kuliah. Sibuk mengerjakan  tugas akhir juga. Mas Iqbal (panggilan awam aja ya gak usah aneh-aneh) juga sedang fokus mengerjakan tugas akhirnya sambil nyambi ngerjain proyekan. Perbedaan kami adalah saya ngerjain tugas akhir S1 sedangkan beliau S2. So, kenalan sama mas-mas S2 yang banyak orang bilang ganteng ini ternyata bikin deg2an juga ya. Hahahahahaa.. Kok bisa? Yah singkat cerita, karena kalo mau dijembrengin bakal puanjang banget, yang bersangkutan ini gengsinya gede banget. Sebesar cintaku padanya hahahahaa.. (agak lebay permirsa). Bahkan sampai sekarang gengsiannya masih belum hilang, mungkin sudah turunan dari lahir jadiya gak bisa diapa2kan lagi. Terima aja. 

Jadi, tidak seperti kebanyakan kisah romansa PDKT ideal anak muda, dalam kisah kami saya yang nekat SMS duluan untuk memulai pembicaraan. Itu juga pakai agenda konsultasi intens dengan sohib kental Ibu Sekar Sari yang akhirnya gemes membolehkan saya SMS duluan. Udah hampir 3 bulan satu kantor tapi belum pernah properly ngobrol. Padahal saat itu kami adalah bulan2an proyek perjodohan orang sekantor di mana kami "dijodohkan" dengan brutal oleh para senior dan kolega. Lucu sih kalo ingat2 momen itu, Allah SWT membantu kedekatan kami lewat rekan-rekan kerja yang dengan "tulus" (dibaca: maksa) menjodohkan kami. Selanjutnya ya kami akhirnya dekat, SMS-an gak berhenti trus jadian deh dalam 2 minggu. Cepet banget ya. Saya aja masih suka takjub sama proses cepat itu.  Jadiannya tapi agak debatable nih. Kalo versi Mas Iqbal yang super gengsi itu, dia ga pernah nembak, tapi hanya menyatakan perasaan. Beliau bilang justru saya yang nembak karena minta kepastian hubungan kita gimana, walaupun seinget saya, pertanyaan tentang kepastian hubungan itu keluar setelah yang bersangkutan menyatakan perasaannyah! Sedangkan versi saya sih kalo ada cowok dengan strightforward bilang SUKA ya jelas namanya nembak. Memang dalam pasangan itu perbedaan persepsi wajar banget terjadi bahkan untuk hal-hal fundamental macam "siapa yang nembak duluan". Perdebatan ini masih sering jadi bahan lucu2an kita kalo lagi nostalgia gak jelas.

Saya akui memang untuk fase hubungan sebelum nikah, saya lebih banyak "berjuang" daripada beliau. Maksudnya saya yang banyak maju duluan. SMS duluan, minta diajak first date duluan ( ya habis udah seminggu SMSan siang malam kok ga diajak ngedate juga ahahahahha), dianggap nembak duluan (padahal enggak juga sih, tetep keukeuh), bahkan saya sampai memutuskan mau terima kerja di Ibukota Jakarta untuk ngikutin doi. Waktu dulu kuliah pernah janji sambil nyinyir gak bakal mau kerja di Jakarta yang punya segudang masalah perkotaan ini, tetiba setelah kena sirep prince charming asal Pamulang, Tangerang Selatan tetangganya Ciputat, berubah kalem terima kerja di Ibukota. Ditambah lagi, mengulas bagaimana interaksi kami saat masa "taaruf" ( maksa banget pake terminologi ini), kebanyakan pengalaman berantem kami adalah Mas Iqbal yang ngambek+marah lalu diam terus saya yang minta-minta maaf. Mau saya yang salah atau dia yang lagi ga beres mood nya, systemnya hampir selalu seperti itu. Kalau udah baik baru deh doi minta maaf. But I need to say sorry first, almost always. Inget banget pesen beliau yang masih saya ingat sampai sekarang " Kamu itu, kalau aku ngambek jangan bales ngambek nanti aku tambah ngambek, jangan cuekin aku nanti aku tambah cuek", terus kalo aku yang ngambek duluan gimana? " Kalau kamu ngambek duluan, aku cuekin aja males lah ngadepin orang ngambek tar juga baek sendiri." See... What a fairness!!!! Ya mungkin karena saya juga emang cinta banget sama doi, jadi tetep aja nurut. Kalau kata Tipatkai-nya Tong Sam Cong, memang begitulah cinta deritanya tiada akhir.

Akan tetapi, dibalik gengsinya yang super besar itu, Mas Iqbal adalah sosok yang sangat wibawa, penyayang dan bertanggung jawab. Makanya saya yang rada "liar" ini (orang bilang ga bisa diem) bisa nurut sama beliau. Dan tentu saja, walaupun saya yang dianggap selalu maju duluan saat masa kita pacaran, tetep saja Mas Iqbal yang ngajak nikah duluan. So, saya dilamar bukan melamar atau minta dilamar.. Hahahahahaha.. (tertawa penuh kemenangan). Yes, that why I adore him so much! Dia berani ngajak nikah walaupun dengan segala keterbatasan dan kondisi kita yang waktu itu LDR. Sampai sekarang juga masih LDR sih, hiks hiks. Tapi saya sungguh salute dengan niat tulus Mas Iqbal ngajak nikah. Ada pertanyaan lucu yang pernah saya lontarkan pada beliau tentang masalah ngajak nikah ini. Dengan PD nya saya tanya " Mas, dulu pas ngajak aku nikah, Mas itu memang pengen nikah sama aku, atau udah pengen nikah aja?". Kalau mau jujur sih ngarepnya bakal dijawab pilihan pertama. Tapi ternyata beliau jawab kalau saat itu doi merasa udah pengen nikah dan cewek yang jadi pacarnya adalah saya, makanya dia ngajakinnya saya. Fuh, lucu ya. Tapi selanjutnya beliau bilang "tapi kalau sekarang aku memang pengennya nikah sama kamu" ( ya iyalah kan kita udah nikah jugak, gimane deh -____-). He declares very romanticly " Setelah nikah aku bener-bener sadar kalau aku cinta sama kamu, dan bersyukur milih kamu jadi istri". Kurang lebih seperti itulah pernyataanya, versi asli agak beda dikit tapi intinya begitu. Hihihiihii. 

Jadi, saya justru makin cinta sama beliau karena hal ini. He realized the decision of getting married was coming from himself, not because of my existence as his girlfriend or because he was afraid of loosing me. He wanted to get married because of his own desire with all pro+cons considerations. It makes him become a very reliable man. And, as a bonus Allah SWT made me found him really fall in love with me when we got married whcih showed the real sincere feeling of him. I found his love for me is growing everyday and I hope it remains the same. Me, I alwas fall in love with him more and more with all the bad and good sides. Kalau kata mas-mas Boyzone "Everyday I love you" itu bener banget sih. Hahahahaha.. what a lucky we are. Semoga dijaga Allah tetap begini. Insya Allah.

Cinta itu memang deritanya tiada akhir, tapi Insya Allah  atas izin sang pemilik hati, bahagia bersama orang yang kita cintai juga tiada akhir. Semoga, Insya Allah. Amien.


Ps: Do not mean to harm or make any envy of anyone else. It is just a point a view of love story. We have our own happiness. Be happy for everyone's happiness. Cheers!!