Wednesday 11 November 2015

Well,

I need to share some kinds of negative feeling which usually appears within "unproductivity". I call it "hating my unproductive day"

Sebenarnya ini biasa terjadi pada orang kebanyakan, tapi untuk kasus saya mungkin termasuk dalam "the most negative encouragement" of my life. Ketidaksukaan saya terhadap "unproductive day" sangat mempengaruhi "mood" untuk dampak jangka pendek (1-2 hari) dan self-esteem untuk dampak jangka panjang. Jadi apa sih "unproductive day" itu? Apa penyebabnya? Dan apa dampaknya sampai sebegitu tidak sukanya saya sama hal yang satu ini.

Dalam terminologi saya, unproductive day adalah ketika saya tidak menjalankan aktivitas yang produktif sepanjang hari sesuai dengan yang seharusnya direncanakan. Biasanya, I end up with internetan, mainan sosmed, nonton serial, atau bahkan cuma tidur-tiduran tidak jelas. Hal-hal semacam ini sebenarnya sering sekali saya lakukan namun keseringan juga gak sadar. Hanya saja, setahun belakangan terakhir saya mulai MEMBENCI perilaku saya ini, apalagi ketika saya sadar banyak yang harus dilakukan tetapi justru berakhir dengan hari berlalu tanpa mengerjakan sesuatu yang produktif. Penyebabnya macam-macam, yang paling sering adalah bangun siang. Benar kata pepatah orang tua, bangunlah lebih pagi agar rejekimu tidak dipatok ayam. Maksudnya jelas sekali, kalau bangun lebih pagi maka kesempatan untuk memulai aktivitas lebih banyak sehingga lebih produktif. Kasus "unproductive day" saya dimulai biasanya ketika selepas subuh saya memilih untuk tidur lagi dan keterusan sampai bangun kesiangan. Ketika  saya bangun jam8-9 pagi, ada perasaan menyesal yang besar muncul di pagi hari. Lalu segala sesuatu terasa tidak "smooth", terburu-buru dan tidak nyaman. Walaupun tidak ada agenda penting hari itu, tapi setiap bangun siang saya selalu mengawali hari dengan mood yang kurang baik. Nah akhirnya, saya mulai mengutuk diri saya dengan menghitung apa saja yang harusnya sudah saya lakukan dan bisa saya lakukan jika bangun lebih pagi. Setelah selesai mengandai-andai, biasanya saya mulai membenci diri sendiri karena kemalasan dan perilaku tidak komitmen pada diri sendiri sehingga membiarkan diri bangun siang. Nah kebencian itu akan membuat mood saya memburuk dan akhirnya justru mematikan semangat untuk beraktivitas di hari itu. So, finally instead of continuing to catch that I missed, I end up with doing NOTHING. Jadilah "unproductive day". Kalau lagi parah, mood jeleknya bisa berlanjut sampai beberapa hari, yang menciptakan "unproductive days". 

Saya sadar perilaku ini sangat tidak baik, apalagi ditunjang dengan karakter saya yang sangat suka menyalahkan apa yang telah lewat. Menyalahkan keadaan dan akhirnya menyalahkan diri sendiri. Hobi banget pokoknya nyalah2in, tapi paling ga bisa nyalahin orang lain, jadi diri sendiri deh yang kena. In some point ya bagus juga sih ga nyalahin orang lain, tapi terlalu menyalahkan diri sendiri juga bukan hal yang bijaksana. Self-esteem akan menurun drastis ketika ini sering terjadi. I have been there and it felt suck! Ada teman yang bilang saya jadi begini karena terlalu keras pada diri sendiri, gak selow, ga santai. Salah sedikit terus heboh padahal ya udah kalau telat bangun ya tinggal diteruskan apa yang harus dikerjakan. Tidak perlu salahin keadaan sana-sini. Tetapi menurut saya justru ini adalah bentuk "kelembekan" saya terhadap diri sendiri. Kalau saya keras, disiplin dan memiliki komitmen yang kuat tentu kejadian bangun siang dan mood jelek gak akan terjadi. Jadi saya harus gimana ya?

I found a nice trick to over come this bad behaviour and awful feeling. Memang belum sepenuhnya sukses memperbaiki prilaku MALAS saya, tapi paling tidak bisa menghindari dampak lanjutan dari kemalasan yang biasanya berakhir dengan "unproductive day". I realize that one of the most important input to encourage my happiness is productivity, meanwhile the negative encouragement is when I start hating myself for what I've done wrong. So, I need to stop hating my self. It will cut the channel into unproductivity. Kalau sudah telat bangun, jangan diteruskan dengan menyalahkan diri sendiri. Cepat lupakan hal-hal menyebalkan seperti aktivitas yang seharusnya bisa dilakukan, perasaan menyesal karena tidak memaksa diri untuk bangun lebih pagi atau perasaan jengkel dengan kondisi yang menyebabkan saya telat bangun. Segera lah saya mandi dan sarapan, karena dua hal itu adalah obat penawar rasa malas dan marah, dan akan membantu merefresh pikiran di pagi hari. Setelahnya, segera mulai lakukan apa saja yang paling mudah bisa dilakukan untuk mengisi hari dengan aktivitas sesuai yang direncanakan. Bahkan kalau perlu lakukan sesuatu di luar yang direncanakan, apa saja boleh asal mulai dan teruslah beraktivitas. Walaupun hari itu saya tidak mampu menyelesaikan target sesuai rencana, tapi paling saya cukup "produktif" dan menhindari jebakan betmen "unproductive day".

Kadang, kalau memang sedang tidak ingin mengerjakan hal2 bersifat content, saya membawanya kepada aktivitas produtif lain seperti bersih2 rumah, masak, setrika baju hingga menyapu halaman. Paling tidak ada hal yang bermanfaat yang bisa saya lakukan. Biasanya sasaran terdekat adalah suami. Kalau saya tidak bisa produktif untuk diri saya, ya cobalah bermanfaat untuk suami. Memasakkan makanan untuk dia, membereskan baju2nya, atau sekedar mijetin doi biar capeknya hilang. Pokoknya tetaplah menjaga ritme agar terus bisa mengerjakan sesuatu. Walaupun perilaku malas ini masih sering kambuh, ya paling enggak ada kesadaran diri untuk tidak nurutin hati yang memang lebih sering condong ke situ. Penyakit malas adalah penyebab utama the "unproductive day". Jadi jangan pelihara malas, pelihara saja kucing biar rajin kasih makan (apa sih -___-").


Berhenti membenci diri sendiri. Jangan melihat selalu dari sudut pandang negatif. Coba syukuri apa yang sudah terjadi. Terus beraktivitas walapun hanya hal kecil. Tentu saja hilangkan penyakit malas yang menjadi sumber segala dampak negatif perilaku kita. Dan yang terakhir jangan lupa berdoa. Doa apa saja yang penting jangan sampai tidak berdoa. Work hard pray harder. Be productive, be happy!!

Ps: Tulisan ini dibuat di saat masa jobless yang terus berlanjut sebagai pemacu semangat untuk terus berpikir positive. Be productive is not always in "employment" status. Be productive as what you want. Write a blog is productive. Yes, it is.

Wednesday 4 November 2015


Hmmmm..
Cerita apa ya...

Kayaknya asik kalau cerita sedikit tentang nostalgia cinta masa muda beberapa abad lalu. Nostalgia ini tentu saja berkaitan dengan orang terdekat yang paling dekat dalam hidup saya.. Suami a.k.a Bapak Iqbal Putut Ash Shidiq

Kami saling kenal sekitar 4 tahun lalu tepatnya tahun 2011. Saat ini kami sama-sama sedang magang di pusat studi kampus UGM. Saya sedang fokus cari uang tambahan dan pengalaman di akhir masa kuliah. Sibuk mengerjakan  tugas akhir juga. Mas Iqbal (panggilan awam aja ya gak usah aneh-aneh) juga sedang fokus mengerjakan tugas akhirnya sambil nyambi ngerjain proyekan. Perbedaan kami adalah saya ngerjain tugas akhir S1 sedangkan beliau S2. So, kenalan sama mas-mas S2 yang banyak orang bilang ganteng ini ternyata bikin deg2an juga ya. Hahahahahaa.. Kok bisa? Yah singkat cerita, karena kalo mau dijembrengin bakal puanjang banget, yang bersangkutan ini gengsinya gede banget. Sebesar cintaku padanya hahahahaa.. (agak lebay permirsa). Bahkan sampai sekarang gengsiannya masih belum hilang, mungkin sudah turunan dari lahir jadiya gak bisa diapa2kan lagi. Terima aja. 

Jadi, tidak seperti kebanyakan kisah romansa PDKT ideal anak muda, dalam kisah kami saya yang nekat SMS duluan untuk memulai pembicaraan. Itu juga pakai agenda konsultasi intens dengan sohib kental Ibu Sekar Sari yang akhirnya gemes membolehkan saya SMS duluan. Udah hampir 3 bulan satu kantor tapi belum pernah properly ngobrol. Padahal saat itu kami adalah bulan2an proyek perjodohan orang sekantor di mana kami "dijodohkan" dengan brutal oleh para senior dan kolega. Lucu sih kalo ingat2 momen itu, Allah SWT membantu kedekatan kami lewat rekan-rekan kerja yang dengan "tulus" (dibaca: maksa) menjodohkan kami. Selanjutnya ya kami akhirnya dekat, SMS-an gak berhenti trus jadian deh dalam 2 minggu. Cepet banget ya. Saya aja masih suka takjub sama proses cepat itu.  Jadiannya tapi agak debatable nih. Kalo versi Mas Iqbal yang super gengsi itu, dia ga pernah nembak, tapi hanya menyatakan perasaan. Beliau bilang justru saya yang nembak karena minta kepastian hubungan kita gimana, walaupun seinget saya, pertanyaan tentang kepastian hubungan itu keluar setelah yang bersangkutan menyatakan perasaannyah! Sedangkan versi saya sih kalo ada cowok dengan strightforward bilang SUKA ya jelas namanya nembak. Memang dalam pasangan itu perbedaan persepsi wajar banget terjadi bahkan untuk hal-hal fundamental macam "siapa yang nembak duluan". Perdebatan ini masih sering jadi bahan lucu2an kita kalo lagi nostalgia gak jelas.

Saya akui memang untuk fase hubungan sebelum nikah, saya lebih banyak "berjuang" daripada beliau. Maksudnya saya yang banyak maju duluan. SMS duluan, minta diajak first date duluan ( ya habis udah seminggu SMSan siang malam kok ga diajak ngedate juga ahahahahha), dianggap nembak duluan (padahal enggak juga sih, tetep keukeuh), bahkan saya sampai memutuskan mau terima kerja di Ibukota Jakarta untuk ngikutin doi. Waktu dulu kuliah pernah janji sambil nyinyir gak bakal mau kerja di Jakarta yang punya segudang masalah perkotaan ini, tetiba setelah kena sirep prince charming asal Pamulang, Tangerang Selatan tetangganya Ciputat, berubah kalem terima kerja di Ibukota. Ditambah lagi, mengulas bagaimana interaksi kami saat masa "taaruf" ( maksa banget pake terminologi ini), kebanyakan pengalaman berantem kami adalah Mas Iqbal yang ngambek+marah lalu diam terus saya yang minta-minta maaf. Mau saya yang salah atau dia yang lagi ga beres mood nya, systemnya hampir selalu seperti itu. Kalau udah baik baru deh doi minta maaf. But I need to say sorry first, almost always. Inget banget pesen beliau yang masih saya ingat sampai sekarang " Kamu itu, kalau aku ngambek jangan bales ngambek nanti aku tambah ngambek, jangan cuekin aku nanti aku tambah cuek", terus kalo aku yang ngambek duluan gimana? " Kalau kamu ngambek duluan, aku cuekin aja males lah ngadepin orang ngambek tar juga baek sendiri." See... What a fairness!!!! Ya mungkin karena saya juga emang cinta banget sama doi, jadi tetep aja nurut. Kalau kata Tipatkai-nya Tong Sam Cong, memang begitulah cinta deritanya tiada akhir.

Akan tetapi, dibalik gengsinya yang super besar itu, Mas Iqbal adalah sosok yang sangat wibawa, penyayang dan bertanggung jawab. Makanya saya yang rada "liar" ini (orang bilang ga bisa diem) bisa nurut sama beliau. Dan tentu saja, walaupun saya yang dianggap selalu maju duluan saat masa kita pacaran, tetep saja Mas Iqbal yang ngajak nikah duluan. So, saya dilamar bukan melamar atau minta dilamar.. Hahahahahaha.. (tertawa penuh kemenangan). Yes, that why I adore him so much! Dia berani ngajak nikah walaupun dengan segala keterbatasan dan kondisi kita yang waktu itu LDR. Sampai sekarang juga masih LDR sih, hiks hiks. Tapi saya sungguh salute dengan niat tulus Mas Iqbal ngajak nikah. Ada pertanyaan lucu yang pernah saya lontarkan pada beliau tentang masalah ngajak nikah ini. Dengan PD nya saya tanya " Mas, dulu pas ngajak aku nikah, Mas itu memang pengen nikah sama aku, atau udah pengen nikah aja?". Kalau mau jujur sih ngarepnya bakal dijawab pilihan pertama. Tapi ternyata beliau jawab kalau saat itu doi merasa udah pengen nikah dan cewek yang jadi pacarnya adalah saya, makanya dia ngajakinnya saya. Fuh, lucu ya. Tapi selanjutnya beliau bilang "tapi kalau sekarang aku memang pengennya nikah sama kamu" ( ya iyalah kan kita udah nikah jugak, gimane deh -____-). He declares very romanticly " Setelah nikah aku bener-bener sadar kalau aku cinta sama kamu, dan bersyukur milih kamu jadi istri". Kurang lebih seperti itulah pernyataanya, versi asli agak beda dikit tapi intinya begitu. Hihihiihii. 

Jadi, saya justru makin cinta sama beliau karena hal ini. He realized the decision of getting married was coming from himself, not because of my existence as his girlfriend or because he was afraid of loosing me. He wanted to get married because of his own desire with all pro+cons considerations. It makes him become a very reliable man. And, as a bonus Allah SWT made me found him really fall in love with me when we got married whcih showed the real sincere feeling of him. I found his love for me is growing everyday and I hope it remains the same. Me, I alwas fall in love with him more and more with all the bad and good sides. Kalau kata mas-mas Boyzone "Everyday I love you" itu bener banget sih. Hahahahaha.. what a lucky we are. Semoga dijaga Allah tetap begini. Insya Allah.

Cinta itu memang deritanya tiada akhir, tapi Insya Allah  atas izin sang pemilik hati, bahagia bersama orang yang kita cintai juga tiada akhir. Semoga, Insya Allah. Amien.


Ps: Do not mean to harm or make any envy of anyone else. It is just a point a view of love story. We have our own happiness. Be happy for everyone's happiness. Cheers!!

Wednesday 28 October 2015


Second post.. Semoga terus berkomitmen untuk menulis (Insya Allah). Pengisi waktu di kala masa pengangguran ini daripada tidak ada kegiatan.

Pagi ini saya dan suami berkesempatan sholat subuh berjamaah di Masjid dekat rumah (Alhamdulilah). Masjidnya cukup besar karena merupakan masjid kampus UPM (Universiti Putra Malaysia), tempat suami mengambil studi PhD nya. Hal menarik dari kesempatan sholat subuh kali ini adalah para jamaah yang kebanyakan membawa mobil. Menurut suami, setiap kali dia turut serta berjamaah subuh di masjid ini, pemandangannya memang selalu seperti ini. Mayoritas jamaah membawa kendaraan mobil, sedangkan yang membawa motor sedikit sekali. Mengapa hal ini menarik perhatian saya?? Penting amat bawa mobil atau motor untuk berangkat sholat ke masjid?

Hmmmm..
Saya punya pandangan yang menurut saya cukup menarik.
Mungkin hal ini masih terlalu dini untuk di-generalisir karena saya juga belum mencoba sholat di masjid-masjid lain selama berada di Malaysia. Namun, saya pikir cukup lah untuk mengambil sedikit kesimpulan bahwa mayoritas orang-orang di sini punya kebiasaan baik yaitu sholat subuh berjamaah di masjid. Memangnya di Indonesia tidak? Sebenarnya sama juga, masjid dan mushola di Indonesia juga ramai jamaahnya kalau subuh, dan hampir setiap waktu sholat selalu ada jamaahnya. Bedanya di sini adalah (berdasarkan pengamatan saya di masjid UPM), jamaah di sini lebih effort untuk membiasakan diri sholat subuh berjamaah di masjid. Mereka rela meluangkan waktu dan tenaga di pagi buta untuk mengeluarkan mobil dari garasi dan mengendarainya menuju masjid. Menurut saya ini sebuah usaha dan kebiasaan yang sangat baik. Kalau dibandingkan di Indonesia, biasanya keluarga dan tetangga sekitar rumah itu rutin ke jamaah di masjid (terutama untuk waktu subuh), jikalau jarak dari rumah ke masjid/mushola terhitung cukup dekat, mungkin kurang lebih 5-10 menit by walk (pengalaman pribadi). Jarang ada jamaah yang harus sampai pakai mobilnya untuk bisa mengejar berjamaah, paling mentok pakai motor. Kalau anak muda bilang, "Lo sholat jamaah subuh di masjid bawa mobil? Gaya amat? Niat amat?". Nah, faktor niat ini yang saya garis bawahi. Kalau saya boleh bilang, nampaknya ( hahaha bahasa melayu keluar) kawan-kawan muslim di sini niatnya lebih kuat untuk berkomitmen sholat subuh berjamaah di masjid. Terbukti, walaupun harus pakai mobil, mereka tetap memilih sholat subuh di masjid daripada di rumah. Kalau dipikir logika sih memang lebih ribet ya, apalagi kan pagi buta masih ngantuk. Tapi ternyata pada bisa loh, hebat deh. Hehehe... It is just my opinion, kebenarannya waulahualaam bissowab.

Hal menarik lainnya adalah, banyaknya jamaah yang bawa mobil juga menunjukkan bahwa jamaah tersebut tergolong masyarakat kelas menengah ke atas yang biasanya punya status ekonomi dan pekerjaan cukup baik. Berdasarkan info dari suami sih begitu. Walaupun di Malaysia ini mobil memang murah, tapi ya tetap saja, kalau bisa beli mobil berarti tergolong cukup berada. Oleh sebab itu, saya berpendapat saudara-saudara di sini walaupun mereka sudah kaya, punya kerjaan bagus, mungkin juga sibuk, tapi tetap melaksanakan sholat subuh berjamaah di masjid. Saya sering dengar celotehan atau gurauan yang mungkin serius dan tidak serius dari kondisi sosial di Indonesia, kalau orang yang rajin berjamaah di masjid itu biasanya orang susah, belum punya kerjaan bagus jadi waktunya senggang untuk sholat di masjid. Ketika seseorang sudah dapat kerjaan bagus, jadi lebih sibuk, gak akan sempat sholat subuh berjamaah di masjid karena harus ngejar waktu berangkat ke kantor, kalau tidak jalanan keburu macet. Entah benar entah salah, saya sih no offense ya hehe.. tapi memang dibandingkan dengan jamaah sholat di masjid sekitar rumah, kalau di masjid deket rumah di Yogyakarta dan Bandung,  keluarga tajir emang jarang kelihatan sih hahahahahahahaa.. . Nah nampaknya, kondisi tersebut tidak begitu berlaku di sini. Mungkin karena Malaysia ini negara Islam, jadi masyarakatnya lebih berkomitmen untuk melaksanakan ibadah dengan baik, terutama perihal memakmurkan masjid. Tidak terbatas kondisi ekonomi dan sosial, kalau muslim ya memang society di sini mendukung untuk bisa melaksanakan hal-hal tersebut, termasuk sholat subuh berjamaah di masjid.


Saya jadi teringat artikel yang membahas tentang kemajuan negara Turkei di bawah pimpinan presiden Edrogan. Dijelaskan dalam 5 tahun terakhir terjadi kemajuan pesat di sektor ekonomi dan sumber daya manusianya (Maaf gak bisa menyajikan data, mungkin jika berminat silakan mencari sumbernya sendiri hehe..). Ulasan heboh tentang Edrogan ini muncul saat beliau berkunjung ke Indonesia beberapa waktu yang lalu. Salah satu program yang menurut beberapa kalangan sukses mendukung pertumbuhan ekonomi Turki adalah gerakan nasional sholat subuh berjamaah di masjid. Dengar-dengar, Edrogan sangat concern dengan program ini karena menurut beliau ini akan berdampak hebat untuk kemajuan negerinya. Saya belum baca lebih lanjut mengenai apa sebenarnya dampak dari gerakan ini tapi menurut penalaran saya gerakan semacam ini punya efek paling tidak dua hal. Pertama secara religius, gerakan ini tentu saja meningkatkan tingkat iman dan taqwa masyarakat Turki. Terlepas dari bagaimana kualitas ibadah mereka, dengan membiasakan diri sholat subuh berjamaah di masjid tentu saja ini adalah bentuk mengejar ridho Allah SWT. Semua umat muslim juga tahu, pahala sholat berjamaah itu berkali lipat, dan jika dilakukan oleh banyak orang tentu saja mengundang banyak keberkahan. Pastilah Allah SWT membalas dengan keberkahan berkali lipat untuk masyarakat Turki dan negerinya. Ini sama saja mengawali pagi dengan mengejar berkah dari Allah SWT, dan jika dilaksanakan oleh mayoritas penduduk dalam satu negara bayangkan saja bagaimana besarnya berkah dan kebaikan dari Allah SWT untuk umatnya di Turki. Kedua, secara logika awam tanpa harus menyerempet isu agama, dengan membiasakan sholat subuh berjamaah di masjid, paling tidak penduduk Turki terbiasa bangun dan berkegiatan di luar rumah lebih pagi. Jika dihitung paling tidak setengah dari jamaahnya di penjuru negeri itu tidak tidur lagi selepas sholat ( wah kadang-kadang saya masih lanjut tidur nih, padahal anjurannya gak boleh ya hehehe), lalu langsung memulai aktifitas nya hari itu, tentu saja mayoritas penduduk akan lebih produktif. Hal ini lah menurut saya yang sangat mendukung kemajuan negara Turki. Penduduk yang produktif dan didukung dengan kualitas ibadah yang juga lebih baik.

Nah, maka dari itu saya akhirnya jadi sedikit paham mengapa negara Malaysia yang tadinya tidak lebih maju dari Indonesia puluhan tahun lalu, justru sekarang jauh lebih berkembang dan makmur penduduknya. Mungkin saja, salah satu penyebabnya adalah ini. Just my opinion, belum tentu benar juga. Tapi yang jelas, ini jadi refleksi lah paling tidak untuk saya dan suami. Kalau bisa membiasakan diri berbuat baik, coba untuk terus dilakukan, istiqomah lah bahasa arabnya.

Saya mendukung tuh gerakan sholat subuh berjamaah di masjid yang mulai dilakukan teman-teman di beberapa universitas di Indonesia. Semoga kebiasaan baik ini menyebar dan menjadi kebiasaan nasional yang berdampak baik untuk kemakmuran kita semua. Amien

Welcome..

Welcoming myself to be a blogger (hopefully)
Post pertama saya dalam blog ini, dan sesungguhnya it is the fisrt time in my life I make a blog and write something on it!!
Congratulation for me..
I just got inspired by my best friend, Annisa Rahajeng Mahardika,which coincidenly found her blog and then now.. I have my own!!! Hahahahahaha.. Iri dan terinspirasi itu beda tipis sodara-sodara..

So,
Untuk post pertama ini, kira2 apa tema yang cocok untuk dibahas?
Hmmmm..

Mungkin sedikit share saja tentang diri saya, who am I?
My name is Sabrina, full name Nur Sabrina Akmala Putri. Berkebangsaan Indonesia Raya (bangga amat), lahir di Bandung, 25 tahun yang lalu. Selama hidup diberikan buaanyaaak sekali berkah, nikmat dan kebahagian oleh ALLAH SWT, salah satunya sudah dipertemukan dengan belahan jiwa a.k.a soulmate (gaya amat) dan diizinkan menghindarkan diri dari cobaan zina alias pacaran (no offense yaa hehehehe). Singkatnya, saya sudah menikah dengan Bapak Iqbal Putut Ash Shidiq, very very lucky, he found me fall in love with him and I hope he have the same feeling ( hahahhaha.. bahaya kalo enggak), tepatnya 1,5 tahun yang lalu. Nikmat lain adalah, ALLAH SWT mengabulkan cita-cita masa remaja untuk lanjut studi S2 di negeri van orange sang penjajah bangsa kita, The Netherlands. I was graduated from Institue for Housing and Urban Development Studies (IHS) a month a go, and now... I am looking for a fine JOB!!

Yeah, issue terpanas saat ini adalah, rescuing my self from "jobless" period!! I need to find a job.
Mengapa?
Ya jelas karena  persediaan uang sudah makin menipis, tentu kami perlu menyambung hidup dengan bekerja. Kedua, gak ngapa2in tuh sebenarnya enak juga, tapi kalau kelamaan ga ngapa2in, absolutely awful. I need to find activities.

Semoga ALLAH SWT segera membukakan pintu kebaikan dan rezekinya sehingga saya bisa segera mendapatkan pekerjaan. Berdoa dan berusaha sembari menemani suami yang juga sedang berjuang menyelesaikan studi PhD nya.

Wish me luck!!!

PS:  I will write other post soon..